Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia, karena ia membebaskan. Dan
 tidak ada kekuatan, baik alam atau usaha manusia, yang dapat 
membelokkan arah tujuan cinta.
—Kahlil Gibran
Cinta adalah memberi orang lain kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri, dan menerima orang itu tanpa mencoba untuk mengubahnya.
—Robert Anthony
Satu-satunya tali pengikat yang memberikan kebebasan kepadamu di dunia ini ialah tali ikatan cinta.
—Michael Ramon
Aku
 sangat menyukai kebebasan dalam cinta… Begitu sebuah cinta meminta 
hatiku, aku akan memberikannya semua, bahkan seandainya aku punya 
sepuluh ribu hati.
—Moliere
Banyak
 orang mengeluh kebebasannya terenggut, atau setidaknya berkurang, 
setelah berpacaran, menjalin cinta dengan seseorang. Ada cewek yang 
mengeluhkan pacarnya yang suka melarang ini-itu, begini-begitu, dan 
sebagainya. Barangkali alasan-alasan si cowok melarangnya itu dengan 
dalih ‘demi kebaikan’ atau ‘demi-demi’ lain yang terkesan positif. 
Tetapi satu hal yang pasti, si cowok melarangnya, mengurangi 
kebebasannya, dan hubungan pacaran pun kemudian menjadi hubungan yang 
merenggut kebebasan.
Ada pula cowok yang mengeluhkan pacarnya 
yang suka mengatur. Dari soal pakaian, jumlah rokok yang boleh diisap, 
sampai jadwal kunjungan resmi di malam minggu. ‘Peraturan-peraturan’ tak
 tertulis yang ditetapkan itu barangkali berdalih demi kebaikan bersama,
 demi kebahagiaan bersama, juga ‘demi-demi positif’ lainnya. Tetapi satu
 hal yang pasti; kebebasan jadi berkurang.
Apakah seorang pacar tidak boleh mengatur pacarnya?
Sebenarnya,
 persoalannya bukan apakah boleh mengatur atau tidak. Yang menjadi 
persoalan sesungguhnya; apakah peraturan yang diberikan itu membelenggu 
atau tidak.
Mungkin kau tidak suka cara berpakaian pacarmu. 
Mungkin kau tidak suka teman-teman pacarmu. Mungkin kau tidak suka 
pacarmu merokok. Mungkin kau tidak suka tingkahnya yang kadang 
kekanak-kanakan. Lho, kalau memang iya, bagaimana kau kemudian bisa 
mencintainya, dan bahkan menjadi pacarnya? Kalau kau mencintainya, dan 
memutuskan menjadi pacarnya, artinya kau sudah siap menerima dia apa 
adanya, dengan segala kelebihan maupun kekurangannya. Kalau kau mau 
dengan kelebihannya, tetapi tak mau menerima kekurangannya, apakah 
wajar?
Baiklah, mungkin kau suka dengan pemikirannya yang dewasa,
 tapi tidak suka cara berpakaiannya yang kekanak-kanakan. Apakah tidak 
pernah terpikir bahwa barangkali justru di situlah letak daya tariknya 
yang unik, yang bahkan telah membuatmu jatuh cinta kepadanya?
Mungkin kau menjawab, “Bukan!”
Okelah,
 terus mau apa? Apakah kemudian kau mau berdebat soal pakaian dengannya,
 dan mengajukan sekian banyak argumentasi agar pacarmu mengubah cara 
berpakaiannya? Dan apakah kaukira pacarmu akan mau?
Mungkin dia 
mau mengubah cara berpakaiannya di hadapanmu, tetapi dia akan kembali 
lagi pada kebiasaannya ketika tidak bersamamu. Itu artinya, kau sudah 
meminta pacarmu sendiri untuk membohongimu. Setelah itu, pacarmu pun 
mulai membohongimu dalam hal lain yang ia kira bisa menyenangkanmu. Ia 
akan berbohong tentang kawan-kawannya, kegiatan-kegiatannya, keluarga 
dan saudara-saudaranya, bahkan dia pun mungkin akan berbohong tentang 
siapa dirinya yang sesungguhnya.
Cinta itu kebebasan.
Cinta
 membebaskan orang yang kita cintai menjalankan hidup dengan caranya 
sendiri. Cinta bukan pengekangan atau belenggu-belenggu. Cinta memang 
membutuhkan komitmen untuk bisa hidup berdua dengan segala 
konsekuensinya, tetapi itu bukan berarti seseorang bisa berbuat 
seenaknya terhadap pasangannya.
Cinta memang kadang butuh 
pengorbanan. Tetapi pengorbanan di dalam cinta datang bukan karena 
diminta atau dipaksa, melainkan karena kesadaran.
Hubungan cinta 
juga bukan penjara. Hubungan dua orang yang saling berkomitmen bukanlah 
hubungan yang bisa digunakan sebagai dalih untuk mengurangi kebebasan 
orang lain (pasangan).
Sekali lagi, cinta adalah kebebasan, dan hubungan cinta pun berlandaskan pada kebebasan.
Berapa
 banyak hubungan yang bubar di tengah jalan karena salah satunya sangat 
mengekang pasangannya? Berapa kali kita merasa sangat takut kehilangan 
orang yang kita cintai, dan kemudian membuat belenggu yang mengebiri 
kebebasannya? Kita menentukan siapa saja yang boleh berhubungan 
dengannya, kegiatan apa saja yang boleh dilakukannya, tempat-tempat mana
 saja yang boleh dikunjunginya, dan kita melakukan semuanya itu hanya 
dengan alasan karena merasa telah memilikinya.
Di dalam The 
Nibble Theory, Kaleel Jamison mengingatkan, “Segala macam hubungan antar
 manusia itu mirip dengan pasir dalam genggaman. Jika berada pada 
telapak tangan yang terbuka, pasir itu akan tetap pada tempatnya. Namun 
jika kita kepalkan tangan erat-erat untuk mempertahankannya, pasir itu 
akan menyembur melalui sela-sela jari. Mungkin ada yang tersisa dalam 
tangan, tapi kebanyakan akan jatuh. Hubungan cinta pun seperti itu. 
Kalau dipertahankan dengan longgar, dengan menghormati dan membebaskan 
orang lain, hubungan cinta akan tetap utuh. Tapi jika digenggam terlalu 
erat, terlalu memiliki, maka hubungan cinta itu pun akan terlepas dan 
hilang.”
Ketika seseorang dibebaskan dengan sepenuh kepercayaan, 
maka ia sebenarnya telah dikalungi oleh rantai besar bernama tanggung 
jawab. Jadi di sini, tidak perlu seseorang membuat serangkaian peraturan
 untuk dipenuhi pasangannya. Bebaskan saja dan percayailah dia 
sepenuhnya, dan kau akan melihat dia pun mulai dituntut oleh tanggung 
jawabnya sendiri untuk bisa membahagiakanmu, dengan jalan melakukan apa 
yang ia rasa kauinginkan darinya. Dan ketika dia melakukan itu untukmu, 
dia akan merasa sebagai pasangan yang baik, dan bukan sebagai seseorang 
yang terbelenggu.
Tetapi jika kau sudah buru-buru menetapkan 
aneka peraturan yang melarangnya untuk berbuat atau tidak berbuat, 
menyuruhnya untuk melakukan ini dan itu yang kauinginkan, maka kau telah
 membelenggu kebebasannya. Pada awalnya mungkin dia sanggup menerima 
pengekangan itu, tetapi lama-lama dia akan merasa seperti budak dalam 
hubungan itu. Dan ketika kesadaran semacam itu muncul, maka dia pun akan
 segera pergi meninggalkanmu, karena merasa lebih bebas tanpamu daripada
 ketika berada di dekatmu.
Mungkin peraturan-peraturan yang 
kauberikan kepadanya kau nilai sebagai kebaikan. Tetapi satu hal yang 
harus diingat adalah; orang memang suka berbuat kebaikan, tetapi tidak 
selalu suka jika disuruh berbuat kebaikan! Jadi, sekali lagi, biarkanlah
 pasanganmu memiliki inisiatif sendiri untuk berbuat baik kepadamu, 
tanpa kau harus memintanya dengan aneka peraturan dan belenggu.
Karena
 itu pula, ketika pacaran sudah tak jauh beda dengan penjara yang penuh 
peraturan, jangan heran kalau hubungan itu pun tak akan mampu bertahan 
lama. Kalau hubungan pacaran telah menjadi semacam panti asuhan, dimana 
salah satunya bisa bebas melarang ini dan itu, maka hubungan itu bisa 
dipastikan akan segera kandas di tengah jalan.
Dan... kalau 
memang cinta adalah seperti itu, kalau memang pacaran adalah seperti 
itu, penuh pengekangan dan belenggu-belenggu, maka rasanya kita lebih 
baik memilih mencintai diri sendiri, dan tidak usah punya pacar sama 
sekali!