Saat jaman penjajahan, rakyat seluruh negeri berjuang dengan darah dan nyawa demi untuk mendapatkan kebebasan dari para penjajah. Senjata dan meriam serta hunusan pedang, bukan perkara menakutkan lagi.
Semua rela berkorban dan berjuang demi yang bernama kebebasan.
Begitu juga dibelahan dunia lain, dimana terjadi perbudakan manusia. Atas nama kebebasan sebagai manusia, mereka juga berjuang dengan taruhan nyawa.
Atas nama hak asasi manusia juga, pada jaman modern ini, banyak manusia diatas bumi terus menuntut kebebasan. Bebas untuk berekspresi, bebas menyampaikan pendapat, bebas beribadah, bebas mendapatkan pendidikan, bebas untuk melakukan apa saja. Bahkan bebas untuk menelanjangi dirinya atas nama seni.
Ada juga manusia yang berjuang demi mendapatkan kebebasan untuk menikah dengan sesama jenis.
Dari waktu ke waktu semakin banyak saja kebebasan yang ingin didapatkan manusia atas nama hak asasi manusia yang memang layak untuk mendapatkan kebebasan. Kebebasan seluas-luasnya semakin diharapkan dalam segala bidang. Sampai-sampai ada istilah kebebasan yang kebablasan.
Sayangnya, karena sibuk memperjuangan kebebasan bagi dirinya maupun kelompoknya, manusia sampai lupa untuk memperjuangkan kebebasan hati nuraninya untuk menyampaikan pendapatnya. Sayangnya lagi demi untuk mendapatkan kebebasan bagi jasmaninya, harus dengan mengkerangkeng nuraninya.
Suara-suara hati nuraninya setiap hari dibungkam dan dan dikebiri, sampai akhirnya kehilangan suara lagi. Begitu mengherankan, kita yang bernama manusia ini, lebih sibuk dan mati-matian, bila perlu mati benaran, rela berjuang untuk bebas dari penjajahan dan kebebasan sebagai manusia. Tetapi tidak berani dan rela untuk memberikan kebebasan kepada nurani untuk menyampaikan kebenarannya pada diri sendiri.
Kasihan sekali, kebebasan hati nurani kapankah akan kita miliki? Kapankah kita tersadarkan untuk rela berjuang untuk memberikan kebebasan pada hati nurani untuk lebih bersuara menuntut hak asasi nurani?
By Ali Mahrus
26 Oktober 2010